Cara Membuat Content Brief SEO Ala Eriga yang Powerful

cara membuat content brief

Pernahkah kamu, baik sebagai SEO Specialist maupun SEO Content Writer, merasa frustrasi ketika sebuah konten dianggap “tidak sesuai harapan”, lalu yang disalahkan adalah individu, bukan proses?

Sebenarnya, ide untuk menulis artikel ini muncul setelah aku membagikan sebuah postingan di LinkedIn tentang pengalaman temanku yang juga seorang SEO Content Writer terkait miskomunikasi dalam proses kerja tim.

Postingan tersebut mendapat cukup banyak respons dan ternyata mewakili keresahan banyak orang di industri ini. Berikut aku sematkan kembali cuplikan postingannya:

Melalui artikel ini, aku ingin berbagi insight dan pendekatan pribadi seputar cara membuat content brief yang lebih efektif. Artikel ini ditujukan bukan hanya untuk membantu SEO Specialist menyusun brief yang lebih jelas dan kontekstual.

Tapi juga sebagai ruang diskusi bagi SEO Content Writer agar bisa lebih percaya diri memberikan masukan konstruktif kepada rekan satu tim. Karena pada akhirnya, kualitas konten bukan hanya soal siapa yang menulis atau memberi arahan tetapi soal seberapa kuat kolaborasi yang dibangun sejak awal.

Apa yang menjadi masalah dalam content brief yang aku temukkan?

Salah satu masalah umum yang paling sering terjadi dalam tim konten adalah content brief yang terlalu minim atau tidak jelas. Misalnya, hanya berisi outline tanpa konteks tujuan, target audiens, gaya bahasa, atau angle yang diharapkan. Akibatnya, writer menulis berdasarkan asumsi, dan ketika hasilnya tidak sesuai ekspektasi, writer sering jadi pihak yang disalahkan.

Aku pernah mengalami hal seperti ini secara langsung bersama tim. Waktu itu, kami sedang mengerjakan artikel untuk sebuah brand. Brief yang kami terima cukup terbatas hanya berupa outline dengan keyword, tanpa penjelasan mendalam soal brand voice atau ekspektasi pesan.

Tim konten sudah mengerjakan artikel sesuai brief yang diberikan, namun setelah di berikan ke klien, kami mendapat teguran cukup keras dari pihak brand.

Paling menyedihkan dalam situasi tersebut, tim konten yang paling disalahkan. Bahkan SEO Specialist dari pihak klien pun ikut menyudutkan, tanpa melakukan evaluasi terhadap proses brief dan komunikasi yang terjadi sebelumnya.

Pengalaman ini membuat aku semakin yakin bahwa masalahnya bukan pada siapa yang salah, tetapi pada proses dan sistem kolaborasinya.

Di sisi lain, banyak SEO Specialist berpikir bahwa writer cukup paham dengan struktur dan keyword, tanpa perlu menjelaskan terlalu banyak. Padahal, konten yang berhasil bukan hanya soal keyword dan strukturnya, tapi juga soal brand voice, audience need, dan kejelasan pesan.

Mengapa content brief itu penting?

Karena Content brief itu ibarat sebuah jembatan komunikasi antara pemilik strategi (dalam hal ini SEO Specialist) dan pelaksana eksekusi (SEO Content Writer). Di dalamnya, harus ada kesepahaman tentang tujuan bisnis, target pembaca, nada bicara, dan ekspektasi hasil akhir.

Tanpa brief yang jelas, writer hanya akan menulis berdasarkan interpretasi masing-masing. Ketika hasil akhirnya tidak sesuai, bukan karena kurangnya kemampuan menulis, tetapi karena tidak adanya arahan yang tepat sejak awal.

Itulah kenapa aku pribadi selalu memulai proyek konten dari content brief, bukan dari judulnataupun keyword saja. Judul bisa saja berubah, disesuaikan dengan struktur SERP atau gaya editorial. Tapi jika brief-nya kuat, writer tidak akan kehilangan arah. Mereka tahu apa yang harus disampaikan, kepada siapa, dan bagaimana cara menyampaikannya.

Dengan brief yang baik akan menghemat waktu revisi, memperkuat kolaborasi tim, dan bahkan bisa membuat writer merasa lebih dihargai karena tahu arah dan kontribusi dari tulisannya. Sebaliknya, brief yang minim sering kali membuat writer terjebak dalam kebingungan dan overthinking, lalu merasa tidak percaya diri terhadap hasil kerjanya sendiri.

Perspektif SEO specialist vs content writer, kenapa bisa tidak selaras?

Dalam proses pembuatan konten untuk SEO, ada dua peran utama yang sering kali saling bergantun namun juga rawan miskomunikasi yaitu SEO Specialist dan SEO Content Writer. Keduanya punya tujuan yang sama, yaitu menciptakan konten yang berkualitas dan performatif.

Namun, sudut pandang dan prioritas yang berbeda bisa membuat keduanya berjalan tidak seirama jika tidak didukung oleh proses pembuatan content brief yang tepat.

Bagi seorang SEO Specialist, konten adalah alat untuk mencapai target performa seperti traffic, ranking, hingga konversi. Maka tak heran jika mereka lebih fokus pada aspek teknis seperti keyword utama, struktur heading, hingga search intent.

Namun, sering kali dalam menyusun brief, fokus ini tidak diimbangi dengan penjelasan yang cukup tentang brand tone, target audiens secara spesifik, atau bahkan ekspektasi gaya bahasa.

Sementara itu, SEO Content Writer bertugas menerjemahkan brief menjadi cerita yang relevan, informatif, dan menarik. Mereka perlu memahami konteks yang lebih luas apa tujuan dari konten ini? Siapa audiensnya? Apa pain point yang ingin diselesaikan?

Jika content brief hanya berisi outline kasar dan daftar keyword tanpa arah yang jelas, content writer akan menulis berdasarkan asumsi dan di sinilah miskomunikasi sering terjadi. Tanpa adanya proses pembuatan content brief yang kolaboratif dan komprehensif, peran keduanya bisa saling menyalahkan saat hasil akhirnya tidak sesuai ekspektasi.

Padahal, akar masalahnya sering kali bukan pada individu, tetapi pada proses yang belum saling mendukung.

Cara membuat content brief SEO

Banyak tim content marketing sering kali kewalahan karena hasil tulisan tidak sesuai ekspektasi, meski topiknya sudah disepakati. Salah satu penyebab utamanya adalah tidak adanya content brief SEO yang jelas dan terstruktur.

Berikut adalah elemen-elemen yang biasa aku gunakan dalam menyusun content brief SEO. Format ini tidak kaku, tapi cukup fleksibel dan sudah terbukti membantu penulis memahami arah konten dengan lebih baik:

  • Judul Sementara (Working Title): Elemen ini bersifat opsional. Kadang aku tentukan dulu untuk memberi arah, tapi sering juga penulis yang menentukan sendiri berdasarkan isi dan struktur artikel. Terpenting, judul sementara ini bisa menjadi pijakan awal agar penulisan lebih terarah dan tidak melenceng dari keyword utama.
  • Tujuan Penulisan: Menentukan goal artikel di awal sangat krusial. Apakah artikel bertujuan untuk edukasi, awareness, konversi, atau sekadar mempertahankan traffic? Dengan adanya tujuan yang jelas, penulis bisa mengatur nada tulisan, menyesuaikan panjang artikel, dan menentukan informasi yang perlu ditonjolkan.
  • Insight Kunci: Ini adalah pesan utama yang ingin disampaikan ke audiens. Bisa berupa sudut pandang unik, temuan data, atau solusi dari pain point audiens. Misalnya dalam artikel bertema cara membuat content brief, insight kunci bisa berupa “content brief bukan hanya untuk efisiensi, tapi juga menjaga kualitas dan arah konten tetap konsisten”.
  • Target Audiens: Aku selalu menyertakan persona singkat target pembaca: siapa mereka, apa kebutuhannya.
  • Gaya Penulisan: Meski gaya biasanya sudah distandarkan di brand guideline, tetap penting dicantumkan untuk pengingat, terutama kalau bekerja dengan banyak penulis freelance. Misalnya, IKEA konsisten menggunakan gaya bersahabat, praktis, dan memberi solusi. Jadi meskipun topiknya teknis, gaya tulisannya tetap ringan dan ramah.
  • Keyword Utama: Keyword utama seperti “content brief SEO” harus ditentukan dari awal agar penulis bisa menyusun struktur logis yang mendukung SEO. Aku juga terkadang mencantumkan search intent nya (misalnya informasional atau transaksional) untuk menyesuaikan isi artikel.
  • LSI & Keyword Turunan (Opsional): Aku sertakan daftar keyword pendukung seperti “brief artikel SEO” atau “cara membuat content brief”, tapi tetap fleksibel. Penulis bisa memilih mana yang relevan dan mengalir alami dalam tulisan, sehingga membantu artikel tampil di berbagai variasi pencarian tanpa terkesan keyword stuffing.
  • Struktur Artikel (Suggested Outline): Outline memudahkan penulis mengembangkan isi tanpa bingung arah. Biasanya terdiri dari problem, penjabaran topik utama, studi kasus atau contoh, tips praktis/solusi, CTA di bagian penutup.
  • CTA/CTV: Terakhir, aku selalu menyertakan CTA (Call to Action) atau CTV (Call to Value), tergantung tujuan artikel. Bagian ini juga terkadang hanya inspirasi CTA dan nanti writer yang akan menentukannya sesuai kreativitasnya.

Dengan elemen-elemen ini, content brief SEO bukan sekadar dokumen, tapi jadi alat komunikasi efektif antara strategist dan tim penulis. Ini bukan hanya soal apa yang harus ditulis, tapi juga kenapa dan untuk siapa konten itu dibuat.

Tips kolaborasi tim, perspektif SEO content lead

Sebagai SEO Content Lead, salah satu tantangan terbesar yang aku temui bukan hanya soal strategi atau performa konten di SERP, tapi justru bagaimana membangun kolaborasi tim yang sehat dan produktif. Sebab, strategi bagus tanpa eksekusi yang selaras akan tetap menghasilkan konten yang tidak maksimal dan sering kali, bukan karena skill individu yang kurang, tapi karena proses kerja yang tidak sinkron.

Berikut beberapa prinsip dan tips kolaborasi tim yang selama ini aku terapkan dan evaluasi terus-menerus:

Brief itu bukan sekadar dokumen

Salah satu kesalahan umum adalah menganggap brief hanya sebagai formalitas. Padahal, brief adalah starting point untuk seluruh proses kreatif. Sebagai SEO Content Lead, aku selalu menekankan bahwa brief harus memuat tujuan konten, keyword, target audiens, gaya bahasa, hingga struktur dasar.

Tapi bukan hanya dari sisi SEO saja penulis juga punya ruang untuk memberikan masukan agar konten tetap relevan dan engaging.

Libatkan content writer sejak awal

Banyak masalah terjadi karena penulis hanya diminta eksekusi tanpa diberi konteks. Aku percaya bahwa konten yang baik lahir dari pemahaman yang utuh, bukan sekadar mengikuti arahan. Maka dari itu, kalau memungkinkan, aku akan mengajak writer untuk ikutmeeting bersama klien, brainstorming atau membaca ringkasan meeting dengan klien agar mereka bisa memahami ekspektasi dari awal.

Bangun komunikasi dua arah

Relasi antara SEO Specialist dan Content Writer bukan hubungan atasan-bawahan, tapi partnership kreatif. Ketika brief selesai dibuat, aku selalu membuka ruang diskusi apakah ada bagian yang tidak jelas, terlalu teknis, atau kurang data pendukung? Dengan komunikasi dua arah, penulis merasa dihargai dan bisa menghasilkan karya terbaiknya.

Feedback harus membangun, bukan menyudutkan

Feedback adalah bagian penting dalam kolaborasi, tapi cara menyampaikannya menentukan apakah tim akan berkembang atau justru kehilangan motivasi. Aku pribadi selalu mencoba menyampaikan feedback dengan spesifik, objektif, tetap memberi ruang solusi dan dilakukan secara personal tidak di forum.

Jika ada yang kurang, aku bantu arahkan bukan menyalahkan. Dan sebaliknya, jika penulis punya insight menarik, aku juga sangat terbuka untuk revisi strategi awal.

Dokumentasi & standar proses

Untuk menjaga kualitas kerja jangka panjang, aku biasanya membuat dokumentasi proses dan format standar seperti template brief, panduan gaya penulisan, hingga list keyword prioritas. Hal ini sangat membantu terutama saat onboarding writer baru atau ketika tim mulai membesar. Tapi tentu saja, tetap fleksibel karena setiap proyek bisa punya kebutuhan unik.

Bangun rasa memiliki

Ketika penulis merasa terlibat secara emosional dalam konten yang mereka buat, hasilnya akan jauh lebih berdampak. Aku suka menyisipkan pesan-pesan kecil seperti, “Feel free untuk menambahkan angle personal kalau relevan” atau “Kamu bisa pakai insight kamu sendiri kalau menurutmu lebih cocok.” Hal-hal kecil seperti ini bisa membuat writer merasa bukan hanya pekerja lepas, tapi bagian dari tim yang sama-sama peduli pada kualitas.

Bikin brief bukan buang waktu, tapi Investasi arah dan kualitas

Masalah konten yang tidak sesuai ekspektasi sering kali bukan karena kemampuan menulis atau strategi SEO yang lemah, tapi karena miskomunikasi dari awal. Brief yang minim arah, tanpa konteks brand atau tujuan konten, hanya akan membuat proses jadi lebih panjang, penuh revisi, dan melelahkan bagi semua pihak.

Sayangnya, hal seperti ini masih sering terjadi dan banyak dari kita hanya fokus menyalahkan orang, bukan memperbaiki prosesnya. Padahal, memahami cara membuat content brief SEO yang baik adalah langkah penting dalam membangun alur kerja yang efektif.

Brief yang jelas bukan sekadar dokumen, tapi merupakan investasi jangka panjang dalam arah dan kualitas konten. Dengan memberikan konteks, objektif, target audiens, hingga referensi, brief akan membantu writer bekerja lebih terarah, lebih cepat, dan tentu lebih tepat sasaran. Di sisi lain, writer juga perlu merasa cukup nyaman untuk memberi masukan, agar proses kerja menjadi benar-benar kolaboratif.

Aku sendiri sudah beberapa tahun berkecimpung di industri digital, mulai dari SEO, content writing, hingga perencanaan konten. Kalau kamu ingin tahu lebih banyak tentang pengalamanku, bisa lihat di halaman Experience. Dan jika kamu sedang mencari partner diskusi atau kolaborasi kerja di bidang ini, silakan mampir ke halaman Kontak, aku akan senang sekali ngobrol denganmu!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *